Penerbitan
Peraturan Menteri Kesehatan 51/2018 telah menimbulkan polemik di tengah
masyarakat.
Anggota
Komisi IX DPR, Okky Asokawati menyarankan pemerintah lebih intensif
mensosialisasikan Permen tersebut secara detail dan komprehensif agar dipahami
dan dimengerti oleh publik dengan baik.
Penjelasan yang setengah-setengah, ungkapnya, akan menimbulkan
distorsi informasi.
"Sejak muncul Permenkes No 51 Tahun 2018 ini,
Kementerian Kesehatan belum secara paripurna menyampaikan informasi ke
publik".
Beliau menjelaskan, keberadaan Permenkes 51/2018 merupakan
amanat dari Peraturan Presiden 82/khususnya di Pasal 80 ayat (1 - 4) terkait
dengan jenis pelayanan tertentu yang menimbulkan penyalahgunaan pelayanan
dikenai urun biaya.
Jika urun iuran ini merupakan pilihan terakhir untuk
menyelamatkan keuangan BPJS, maka sebagai konsekuensinya menurut dia,
pelaksanaan pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional kepada peserta harus lebih
ditingkatkan.
Perlu digarisbawahi Permenkes No 51 Tahun 2018 ini tidak
diberlakukan kepada Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan dan
penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah.
"Artinya, warga miskin tidak dikenakan untuk membayar iuran. Warga
miskin akan ditanggung 100 persen oleh pemerintah," tegasnya.
Meski Permenkes 51/2018 ini telah diundangkan, penerapannya
di lapangan tetap menunggu penetapan Menteri Kesehatan terkait jenis pelayanan
kesehatan apa saja yang menimbulkan penyalahgunaan pelayanan program JKN.
"Penetapan Menkes itu merujuk usulan BPJS Kesehatan,
organisasi profesi serta Aosiasi Fasilitas Kesehatan yang disertai data dan
analisi yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai Pasal 4 ayat 2 dan 3 Permenkes
No 51 Tahun 2018," paparnya.
Selain itu harus ada uji publik, sosialisasi dan menyerap
masukan dari stakeholder. Dengan kata lain, pemerintah tidak
sekonyong-konyong menetapkan tanpa melibatkan publik.
Penetapan jenis penyakit apa saja yang menuntut urun iuran
dari peserta JKN juga perlu dicek terkait dengan tingkat kejangkitan terhadap penyakit menular dan tidak menular di setiap daerah.
"Bisa saja terdapat situasi di daerah tertentu berbeda
dengan daerah lainnya terkait dengan jenis penyakit yang menular dan tidak
menular. Artinya, tidak bisa di sama ratakan terkait jenis penyakit di seluruh
daerah di Indonesia terkait dengan penerapan iuran ini," ungkapnya.
Dikutip dari Berita Harian RMOL
0 Response to "Biaya untuk BPJS Mesti Ada Uji Publik"
Post a Comment